Suku bangsa semende mendiami dari Sumsel 1600-an mulai berdatangan ke wilayah Bengkulu melintasi bukit barisan Panglima Perangan melewati 2 pintu masuk,
1.Muara sahung
Tebat lingkar
Enau becangkehb berkembang ke talang talo terus menjadi sebuah dusun yang dititipkan oleh marga Belanda
2.Marga sungai,Muara sindang,pematang danau
Melewati sungai Nasal dari melewati pintu batu dan menjadi oku selatan Tumbukan,Perkembangan diwilayah Tumbukan mencari lahan baru lagi dengan Rantau kendidai.Mereka membuat Masjid disebut makam nenek dipulau
Tahun 1708 air Nasal banjir,hanya 11 rumah dan 1 masjid.
Tahun 1987 terjadinya banjir kembali.
Mereka terus mencari kedaerah pallawan,kemudian mereka pulang kembali ke rantau kendidai ,karena sedikit sungai
Ada 1 sawah yang dihibahkan untuk desa Muara dua sungai nasal
Mereka membuat 2 dusun dan ada sebagian dari mereka ada
yang pindah ke Lampung
Ada 3 desa semuanya bemarga muara sahung yaitu:
1. Muara sahung
2. Ulak bandung
3. Ulak lebar
Nasal
1. Muara dua
2. Air pallawan
3. Datar lebar
4. Tanjung beringin
5. Suku tiga
BAHASA
Bahase sahi-sahi Jeme Semende adalah bahase Semende dengan kate-katenye berakhiran “E”, dilihat dari logat dan sebutan kate, bahase semende ini termasuk dalam kelompok bahase Melayu, sedangkah bahase tulis menulisnya dikenal dengan Surat Ulu sejenis KAGANGA dan tempat menulisnya dibuat dari kulit kayu yang disebut dengan KAGHAS.
SENJATA
1. Tubang melambangkan penyimpanan alat-alat yang diwariskan
2. Guci melambangkan keberadaban atau 5 B
Besindat
Besundi
Besingkuh
Bemalu
Beresie
3. Kapak melambangkan kalau ada persoalan diselesaikan dengan musyawarah
4. Jale melambangkan persatuan dan kesatuan
5. Kujur melambangkan apabila diberi tugas harus bertanggung jawab kembali dan melapor
PAKAIAN ADAT
Piyama,kopiah,celana panjang dan kain setengah
TEMPAT BERLINDNG/RUMAH
Rumah yang dipakai seperti rumah adat yang lainnya yaitu rumah Panggung
SISTEM ATAU PENCAHARIAN
Mata pencaharian suku semende mayoritasnya yaitu petani
ORGANISASI SOSIAL
Lembage Jurai tue,suku pasman
Tahun 1400-an mendirikan organisasi masing-masing yaitu Lapik 4 Merdeke due
SISTEM PENGETAHUAN
Malim yang diangkat utusan rapat ,memahami obat-obat tradisional dan hubungan manusia dengan alam
Rebiyah mengurus semua tentang perempuan seperti kelahiran,kematian dll yang berhubungan dengan perempuan
SISTEM REALIGI
Masalah keagamaan semua suku semende yaitu muslim
Upacara kematian dengan adanya betakdut biasanya hari-hari kematian,
Guritan ( pantun yang tidak terputus-putus)
KESENIAN
1. Tari dewa Sembilan ( menari diatas piring ) karena menurut suku semende dipercayakan karena adanya dewa Sembilan
2. Rudat tarian yang diperagakan oleh kaum laki-laki
3. Betakdut biasanya hari-hari kematian atau acara musibah
4. Guritan pantun yang tidak terputus-putus
Contoh pantun guritan
PANTUN BEJALAN
Mendere bunyi daun cemaghe
Nangkan aban nampak kan diri
Nyawe di badan memang dibawe
Namun sayang banyak dik bereti
Bukan parak pandan nggak kunyit
Batangnye bughuk pucuk mandian
Bukan galak badan melengit
Takut kah ngaruk dusun laman
Batang puae luluk lengkuas
Daunye libae ndik ngibat nasi
Bejalan jauh lah luas-luas
Mangke dikde di laman lagi
Tetanam tumbuh di utan
Amuk mbak ini sukae ncakaenye
Sukat baik njauhi badan
Bejalan jauh mbawe ghase
Kalu puae lah njadi ghaye
Kawe mati pule li bayang pauh
Nanti tedengae sesiae ghimbe
Itu lah tandenye akulah jauh
Kunyit tumbuh di padang lalang
Lalang di bawah batang beghingin
Kalu ku lengit biarlah hilang
Kalu teghingat pesan nggak angin
Tuape bedetar cukahlah subuk
Buah ghebis ditimpe jeghing
Tekaparlah aku di sunyi teluk
Menangis pun aku sape kah nyeding
Ke jalan arah lengkuas ghaye
Mayang di tetak due tebagi
Bejalan asenye lah puas gale
Sayang ndak balik dik pacak lagi
Kayu pandak empat pesegi
Pasangkan paku mangke teguh
Kalu ndak balik dik pacak lagi
Tulus kalah ku bejalan saye jauh
Dalam ghimbe terang benderang
Luluk kan ade ye nyianginye
Malang melintang hidup sughang
Biaralah tangis kandik kembangnye
Suku Semende part 2
Suku Semende
Adat istiadat dan kebudayaan Semende sangat dipengaruhi oleh ajaran islam. Adat istiadat Semende yang sampai dengan saat ini masih sangat kuat dipegang oleh jeme Semende adalah adat istiadat tunggu tubang. Adat ini mengatur hak warisan dalam keluarga bahwa anak perempuan tertua sebagai ahli waris yang utama. Warisan tersebut seperti Rumah, sawah, kolam (tebat), kebun (ghepangan), dsb., yang diwariskan secara turun temurun. Warisan tersebut adalah harta pusaka tinggi, tidak boleh di bagi, tetap untuk tunggu tubang, kecuali kalau tunggu tubang menyerah, tidak mau lagi menjadi tunggu tubang.
Adat istiadat semende di bagi menjadi:
1. Asal dan Terjadinya Adat Semende
2. Pengertian Semende
3. Lambang Adat Semende/Tunggu Tubang
1.Asal dan Terjadinya Adat Semende
Pada umumnya Jeme Semende mengakui dan menyatakan bahwa Adat Semende bertitik tolak dan berpedoman pada ajaran islam (kebudayaan islam) dan terjadinya adat semende ini adalah hasil rapat/musyawarah para puyang (ulama/wali) Semende yang bertempat di Pardipe Pagaruyung Marga Lubuk Buntak Pasemah pada Abad ke-17 dan sebagai koordinatornya: Puyang Awak (Nurqadim).
Catatan :
1. Puyang Awak (Nurgadin) pada tahun 1650 M adalah anak angkat Puyang Baharuddin di Muara Danau dan dia tidak menyusuk/tinggal di tanah Semende.
2. Isteri Puyang Awak adalah adik perempuan (kelawai) Puyang Leby (Abdul Qohar) tidak ada keturunan.
3. Puyang Awak belajar mengaji (memperdalam) agama islam ke Aceh, gurunya Tuan Syekh Abdul Rauf Al Sinkili (1615–1693) yang pulang dari Mekkah pada tahun 1661 M.
4. Suami adik perempuan (kelawai) Puyang Awak adalah Puyang Tuan Raje Ulie di Prapau Semende.
5. Tuan Syekh Abdul Rauf Al Sinkili adalah Wali Allah guru tarekat Satariyah, di antara muridnya adalah sbb :
- Syekh Burhanuddin Ulakan dari Sumatera Barat (1646 M)
- Syekh Abdul Muhyi dari Jawa Barat
- Syekh Nurqadin (Puyang Awak) dari Semende (1650 M)
Murid yang mendapat ijazah untuk mengajarkan/meneruskan tarekat Satariyah dari Syekh Abdul Rauf al Sinkili adalah Syekh Burhanudin Ulakan dari Sumatera Barat, dan Syekh Abdul Muhyi dari Jawa Barat, yang mempunyai murid dan mendapat ijazah meneruskan tarekat Satariyah bernama H.M. Hasanuddin dari Banten.
Puyang Hasanuddin inilah diantaranya yang diajak Puyang Awak (Nurqadin) mencari tanah untuk anak cucu keturunan Semende sebagaimana yang telah diutarakan terdahulu.
Adat Semende disesuaikan dengan ajaran islam (ilmu tauhid dan syariat islam) untuk keselamatan dunia akhirat. Jadi Adat Semende itu termasuk kebudayaan Islam. Di dalam Alquran berbunyi “ittaqullah” artinya bertaqwalah kepada Allah dengan mengerjakan yang diperintah dan meninggalkan yang dilarang. Dalam Adat Semende terdapat perintah/suruhan dan larangan tersebut, yaitu :
a. Perintah/suruhan :
1. Menganut/memeluk agama islam
2. Beradat Semende
3. Beradab Semende
4. Betungguan (membela kebenaran)
b. Larangan/pantangan jeme Semende :
1. Sesama Tunggu Tubang pantang dimadukan, mengingat tanggung jawabnya berat
2. Bejudi/jaih/nyabung
3. Enggaduh racun tuju serampu (iri hati/hasut/dengki)
4. Nganakah duit/membungakan uang.
5. Maling tulang kance.
6. Nanam kapas/wanggean (Ringan timbangannye)
7. Nanam sahang (pantang garang/pemarah)
11). Mahyuddin BA bin M. Ramli Fakiruilallah guru tarekat Sammaniyah asal Paiman Sumbar
12).Dr.Hj. Srimulyati, MA (et al) Mengenal & Memahami Tarekat Muktabarak di Indonesia.
c. Sifat (motivasi) jeme Semende :
1. Benafsu (rajin bekerja)
2. Bemalu (sebagian dari iman)
3. Besingkuh (berbicara dan tingkah laku tidak sembarangan)
4. Beganti (setia kawan)
5. Betungguan (tidak goyah/mantap)
6. Besundi/beadab (tata krama, tata tertib)
7. Beteku (perhatian/suka membantu)
d. Fatwa Jeme Semende
1. Pajam suare dik be dane
2. Maluan nengah dik be pakai
3. Hilang baratan ghumah mighis
4. Kasih kance timbang ghase
5. Kasih sudare sesame ade
6. Kasih bapang sebelum marah
7. Kasih endung sepanjang mase
Menurut sejarah, pada jaman penjajahan Belanda, adat istiadat Semende ini dibuatkan pelakat/piagam yang disimpan di Museum Betawi (Jakarta) dan dijadikan pedoman Belanda untuk memberikan pertimbangan dan memutuskan suatu perkara yang terjadi di Semende.
2. Pengertian Semende
Semende terdiri dari dua suku kata yaitu Seme dan Ende dengan pengertian SEME = sama dan Ende = Harga. Semende = Sama Harga menurut logat Semende same rege yaitu betine (perempuan) tidak membeli dan bujang (lelaki) tidak dibeli. Pengertian Semende diartikan hubungan perkawinan (semende) bahwa laki-laki datang tidak dijual dan perempuan menunggu tidak membeli.
Semende menjadi Adat Semende disebut Tunggu Tubang yang penjabarannya dimulai berdasarkan :
1. Harta Pusake tinggi
2. Harte Pusake Rendah
Kedua-duanya tidak boleh di bagi dan sebagai penunggu ditunjuk anak perempuan tertua, jika tidak ada anak perempuan, maka anak laki-laki tertua sebagai tunggu tubangnya (anak belai). Harta Pusaka Tinggi yang telah turun temurun (bejulat) kepada anak cucu, cicit (piut) dan seterusnya sebagai ahli waris mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut :
1. Sama waris, Sama harga
2. Sama menjaganya
3. Perempuan (Tunggu Tubang) hanya menuggu tidak kuasa menjual
4. Laki-laki berkuasa, tapi tidak menuggu
5. Sama-sama mengambil faedah baik laki-laki atau perempuan rumusannya :
1. Perempuan dibela, laki-laki membela.
2. Sama-sama mengambil manfaat, yaitu perempuan disayang dan laki-laki disekolahkan tinggi, belajar mengaji sampai ke Makkah (Naun) dan sebagainya.
3. Sama-sama mengambil untung, perempuan lekas kawin (semende) sehingga orang tua berkesempatan mencari biaya untuk sekolah anak laki-laki, mengaji dan biaya kawin (semende).
4. Sama-sama mengharapkan hasil, perempuan lekas berkeluarga (semende) sehingga berkembang (berketurunan) dan laki-laki diantar kawin (semende) ke tunggu tubang lain.
Pemelihara harta warisan adalah ahli waris laki-laki dengan tugas mengawasi harta seluruhnya supaya tidak rusak, tidak berkurang, tidak hilang, dan sebagainya. Lelaki tidak berhak menuggu, dia seorang laki-laki seakan-akan Raja berkuasa memerintah dan diberi gelar dengan sebutan MERAJE.
Anak belai adalah keturunan anak betine (Kelawai Meraje) mengingat kelemahannya dan sifat perempuan (keibuan) maka ia dikasihi/disayangi dan ditugaskan menunggu harta pusaka sebagai tunggu tubang, mengerjakan, memelihara, memperbaiki harta pusaka dan ia boleh mengambil hasil (sawah, kolam, tebat, kebun/ghepangan) tetapi tidak kuasa menjual harta waris.
Seorang laki-laki di Semende berkedudukan sebagai MERAJE di rumah suku ibunya (kelawainye) dan menjadi rakyat di rumah isterinya sehingga dia meraje dan juga rakyat. Kalau warga Tuggu Tubang (Adat Semende) telah turun temurun berjulat berjunjang tinggi, maka tingkat pemerintah (Jajaran Meraje) tersusun sebagai berikut :
1. Muanai tunggu tubing, disebut Lautan (calon meraje) belum memerintah, dan dapat menjadi wali nikah (kawin) bagi kelawainya (ayuk atau adik perempuan)
2. Muanai Ibu Tunggu Tubang, disebut/dipanggil MERAJE
3. Muanai Nenek Tunggu Tubang, disebut/dipanggil JENANG
4. Muanai Puyang Tunggu Tubang, disebut/dipanggil PAYUNG
5. Muanai Buyut Tunggu Tubang, disebut/dipanggil LEBU MERAJE (RATU)
6. Muanai Lebu Tunggu Tubang, dipanggil ENTAH-ENTAH
Catatan :
1. Meraje = Memerintah (Kepala Pemerintah)
2. Jenang = Lurus, Lembut (Memberikan Pertimbangan)
3. Payung = Tempat Berteduh (Pelindung)
4. Lebu Meraje = (Ratu) dihormati (Penasehat)
5. Entah-Entah = Untuk Dikenang jasanya.
3. Lambang Adat Semende / Tunggu Tubang 14)
A. 1. Kujur = Lurus, Jujur
2. Guci = Teguh Menyimpan Rahasia (Terpercaya)
3. Jale = Bijaksana, Menghimpun
4. Tebat = Sabar
5. Kapak = Adil
Hasil Temu Karya Tetunggal Apit Jurai Tunggu Tubang Semende di Pulau Panggung Semende Tahun 1989.
B. 1. Bakul Betangkup = Teguh Menyimpan Rahasia
2. Niru = Tahu Membedakan Yang Baik dan Yang Buruk
3. Tudung = Suka Menolong (Melindungi)
4. Kinjar = Rajin, Siap Kemana Saja Pergi
5. Piting = Suka Menerima Tamu
6. Tuku = Pribadi Tepuji
7. Runtung = Tempat Rempah-Rempah
PANTUN BEJALAN
Mendere bunyi daun cemaghe
Nangkan aban nampak kan diri
Nyawe di badan memang dibawe
Namun sayang banyak dik bereti
Bukan parak pandan nggak kunyit
Batangnye bughuk pucuk mandian
Bukan galak badan melengit
Takut kah ngaruk dusun laman
Batang puae luluk lengkuas
Daunye libae ndik ngibat nasi
Bejalan jauh lah luas-luas
Mangke dikde di laman lagi
Tetanam tumbuh di utan
Amuk mbak ini sukae ncakaenye
Sukat baik njauhi badan
Bejalan jauh mbawe ghase
Kalu puae lah njadi ghaye
Kawe mati pule li bayang pauh
Nanti tedengae sesiae ghimbe
Itu lah tandenye akulah jauh
Kunyit tumbuh di padang lalang
Lalang di bawah batang beghingin
Kalu ku lengit biarlah hilang
Kalu teghingat pesan nggak angin
Tuape bedetar cukahlah subuk
Buah ghebis ditimpe jeghing
Tekaparlah aku di sunyi teluk
Menangis pun aku sape kah nyeding
Ke jalan arah lengkuas ghaye
Mayang di tetak due tebagi
Bejalan asenye lah puas gale
Sayang ndak balik dik pacak lagi
Kayu pandak empat pesegi
Pasangkan paku mangke teguh
Kalu ndak balik dik pacak lagi
Tulus kalah ku bejalan saye jauh
Dalam ghimbe terang benderang
Luluk kan ade ye nyianginye
Malang melintang hidup sughang
Biaralah tangis kandik kembangnye
BAHASE SEMENDE
Bahase sahi-sahi Jeme Semende adalah bahase Semende dengan kate-katenye berakhiran “E”, dilihat dari logat dan sebutan kate, bahase semende ini termasuk dalam kelompok bahase Melayu, sedangkah bahase tulis menulisnya dikenal dengan Surat Ulu dan tempat menulisnya dibuat dari kulit kayu yang disebut dengan KAGHAS.
suku Serawai
Kebudayaan
Provinsi Bengkulu memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang diwarnai tiga rumpun suku besar yaitu Suku Rejang yang berpusat di Kabupaten Rejang Lebong, Suku Serawai yang berpusat di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Suku Melayu berpusat di Kota Bengkulu.
Kota Bengkulu sebagai Ibukota Provinsi sejak dahulu telah didatangi dan didiami oleh berbagai suku bangsa dari berbagai daerah baik dari luar Provinsi maupun dari kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Bengkulu, antara lain ;Suku Melayu, Rejang, Serawai, Lembak, Bugis, Minang, Batak dan lain-lain, oleh karena itu kebudayaan di Kota Bengkulu merupakan akulturasi dari kebudayaan dan adat istiadat dari berbagai suku bangsa.
Selain itu pula bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari oleh mayoritas masyarakat Kota Bengkulu yaitu bahasa Melayu Bengkulu, Bahasa Rejang, Bahasa Serawai, Bahasa Pekal dan Bahasa Lembak.
Pengaruh Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bengkulu masih sangat kental, hal ini terlihat dari adat istiadat yang berlaku yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam, seperti seni kerajinan Kain Besurek yang merupakan kain bertuliskan huruf Arab Gundul serta upacara adat yang bernuansa Islam banyak dilakukan masyarakat antara lain;
•Untuk mengenang gugurnya Hasan dan Husen cucu Nabi Muhammad S.A.W di adakan perayaan upacara ritual Tabot setiap tanggal 1 sampai dengan tanggal 10 Muharram. Perayaan Tabot saat ini sudah menjadi bagian dari kalender wisata nasional setiap tahunnya.
•Kesenian berzikir (Syarafal Annam), nyanyian yang diambil dalam Kitab Berzanji dengan bunyi-bunyian rebana yang dimainkan oleh kaum laki-laki. Berzikir biasanya dilakukan pada acara Perkawinan, Hari besar agama dan lain-lain.
Selain itu kesenian yang biasa dilaksanakan seperti Kesenian Gamat yang merupakan musik tradisional iramanya mirip Melayu Deli dan di sertai pantun-pantun, Kesenian Gambus yang merupakan jenis musik umumnya berirama padang pasir, Kesenian Dendang biasanya dilaksanakan pada upacara perkawinan. Dendang adalah nyanyian –nyanyian yang di iringi oleh musik rebana .Jenis dendang antara lain;Senandung Gunung, Ketapang, Rampai- rampai dll.
Dalam tatanan sosiologi masyarakat yang memilki beragam suku dan bahasa masyarakat Kota Bengkulu mempunyai Falsafah hidup “Seiyo sekato” merupakan motto kebijakan yang menyangkut kepentingan bersama sering kita dengar dalam bahasa pantun ”Kebukit sama mendaki, kelurah sama menurun” artinya dalam membangun, pekerjaan seberat apapun jika sama-sama dikerjakan akan terasa ringan juga.Selain itu ada pula” Bulek air kek pembuluh, bulek kato kek mufakat” artinya bersatu air dengan bambu, bersatunya pendapat dengan musyawarah. Falsafah hidup ini mampu meningkatkan kerukunan dan kualitas membangun kerja sama diantara masyarakat Kota Bengkulu, sehingga ketika mereka berbaur masih tetap bisa bekerja sama meskipun berbeda suku dan bahasa.
Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi terbesar kedua yang hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam di kabupaten Bengkulu Selatan, yakni di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim. Suku Serawai mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti ke kabupaten Kepahiang, kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara, dan sebagainya.
Sedangkan Serawai Menurut Arsyid Mesatip ( Mantan Ketua BMA Bengkulu Selatan ), suku serawai adalah masyarakat pemakai Bahasa yang hampir setiap katanya menggunakan kata "Au".berdasarkan sumber dari buku yang ditulis oleh Kiagus Husen dalam bukunya "Simbur Cahaya Bangkahulu",tahun 1938. dalam buku tersebut mengatakan bahwa adat lembaga serawai ini terpakai di distrik Pino, Ulu Manna, Manna, dan Bengkenang yaitu dalam : Marga Anak Gumai, Marga Tanjung Raya, Marga VII Pucukan, Marga Anak Lubuk Sirih, Marga Anak Dusun Tinggi, Sumbai Besar Manna, Sumbai Kecil Manna dan Luar Khalifah Manna. Dalam buku Simbur Cahaya Bangkahulu juga disebutkan oleh kepala-kepala marga dalam Onder afdeeling Manna pada tanggal 7 juli 1913 telah ditetapkan adat lembaga dalam Onder afdeeling Manna yang di sah kan oleh Resident Bengkoelen dd.18 November 1911 No. 456 dan tanggal 12 Desember 1913 No. 577 yang meliputi 4 daerah ( 4 macam adat lembaga ) :
1. UU Adat Lembaga Pasar Manna :
DIpakai di pasar pino, pasar manna dan pasar padang guci.
2. UU Adat Lembaga Serawai :
Dipakai di distrik Pino, Ulu Manna, Manna, dan Bengkenang yaitu dalam :
Marga Anak Gumai, Marga Tanjung Raya, Marga VII Pucukan, Marga Anak Lubuk Sirih, Marga Anak Dusun Tinggi, Sumbai Besar Manna, Sumbai Kecil Manna dan Luar Khalifah Manna.
3. UU Adat Lembaga Pasemah Ulu Manna :
Dipakai di Marga Ulu Lurah Ulu, Ulu Lurah Ilir, Sumbai Besar Rabu Semat, Sumbai Besar Semat Puro.
4. UU Adat Lembaga Pasemah cara kedurang dan padang guci :
dipakai di marga tanjung buntar, Ulu LUrah Kedurang, semidang mulak kedurang, sumbai besar kedurang, sumbai besar padang guci, semidang mulak padang guci, luar khalifah padang guci dan anak kelampaian.
Secara tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor pertanian, khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh, kopi, kelapa, dan karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman pangan, palawija, hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup.
Sejarah
Asal-usul suku Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk-bentuk publikasi lainnya. Asal-usul suku Serawai hanya diperoleh dari uraian atau cerita dari orang-orang tua. Sudah tentu sejarah tutur seperti ini sangat sukar menghindar dari masuknya unsur-unsur legenda atau dongeng sehingga sulit untuk membedakan dengan yang bernilai sejarah. Ada satu tulisan yang ditemukan di makam Leluhur Semidang Empat Dusun yang terletak di Maras, Talo. Tulisan tersebut ditulis di atas kulit kayu dengan menggunakan huruf yang menyerupai huruf Arab kuno. Namun sayang sekali sampai saat ini belum ada di antara para ahli yang dapat membacanya.
Berdasarkan cerita para orang tua, suku bangsa Serawai berasal dari leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal-usul Serunting Sakti sendiri masih gelap, sebagian orang mengatakan bahwa Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab, yang datang ke Bengkulu melalui kerajaan Majapahit. Di Majapahit, Serunting Sakti meminta sebuah daerah untuk didiaminya, dan oleh Raja Majapahit dia diperintahkan untuk memimpin di daerah Bengkulu Selatan. Ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti berasal dari langit, ia turun ke bumi tanpa melalui rahim seorang ibu. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti adalah anak hasil hubungan gelap antara Puyang Kepala Jurai dengan Puteri Tenggang.
Di dalam Tembo Lebong terdapat cerita singkat mengenai seorang puteri yang bernama Puteri Senggang. Puteri Senggang adalah anak dari Rajo Megat, yang memiliki dua orang anak yakni Rajo Mawang dan Puteri Senggang. Dalam tembo tersebut kisah mengenai Rajo Mawang terus berlanjut, sedangkan kisah Puteri Senggang terputus begitu saja. Hanya saja ada disebutkan bahwa Puteri Senggang terbuang dari keluarga Rajo Mawang.
Apabila kita simak cerita tentang kelahiran Serunting Sakti, diduga ada hubungannya dengan kisah Puteri Senggang ini dan ada kemungkinan bahwa Puteri Senggang inilah yang disebut oleh orang Serawai dengan nama Puteri Tenggang. Dikisahkan bahwa Puyang Kepala Jurai yang sangat sakti jatuh cinta kepada Puteri Tenggang, tapi cintanya ditolak. Namun berkat kesaktiannya, Puyang Kepala Jurai dapat melakukan hubungan seksual dengan puteri Tenggang, tanpa disadari oleh puteri itu sendiri. Akibat dari perbuatan ini Puteri Tenggang menjadi hamil. Setelah Puteri Tenggang melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Puteri Tolak Merindu barulah terjadi pernikahan antara Putri Tenggang dengan Puyang Kepala Jurai, itupun dilakukan setelah Puteri Tolak Merindu dapat berjalan dan bertutur kata.
Setelah pernikahan tersebut, keluarga Puyang Kepala Jurai belum lagi memperoleh anak untuk jangka waktu yang lama. Kemudian Puyang Kepala Jurai mengangkat tujuh orang anak, yaitu: Semidang Tungau, Semidang Merigo, Semidang Resam, Semidang Pangi, Semidang Babat, Semidang Gumay, dan Semidang Semitul. Setelah itu barulah Puyang Kepala Jurai memperoleh seorang putera yang diberi nama Serunting. Serunting inilah yang kemudian menjadi Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Serunting Sakti berputera tujuh orang, yaitu :
•Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang (sekarang termasuk marga Semidang Alas), Bengkulu Selatan;
•Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat;
•Serampu Rayo, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT);
•Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan;
•Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat;
•Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat;
•Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.
Putera Serunting Sakti yang bernama Serampu Sakti mempunyai 13 orang putera yang tersebar di seluruh tanah Serawai. Serampu Sakti dengan anak-anaknya ini dianggap sebagai cikal-bakal suku Serawai. Putera ke 13 Serampu Sakti yang bernama Rio Icin bergelar Puyang Kelura mempunyai keturunan sampai ke Lematang Ulu dan Lintang.
Definisi Serawai
Kata Serawai sendiri masih belum jelas artinya, sebagian orang mengatakan bahwa Serawai berarti "satu keluarga", hal ini tidak mengherankan apabila dilihat rasa persaudaraan atau kekerabatan antar sesama suku Serawai sangat kuat (khususnya mereka yang menumpang hidup di komunitas suku bangsa lainnya/merantau). Selain itu ada pula tiga pendapat lain mengenai asal kata Serawai, yaitu :
•Serawai berasal dari kata Sawai yang berarti cabang. Cabang di sini maksudnya adalah cabang dua buah sungai yakni sungai Musi dan sungai Seluma yang dibatasi oleh bukit Campang;
•Serawai berasal dari kata Seran. Kata Seran sendiri bermakna celaka, hal ini dihubungkan dengan legenda anak raja dari hulu yang dibuang karena terkena penyakit menular. Anak raja ini dibuang ke sungai dan terdampar di muara, kemudian di situlah anak raja tersebut membangun negeri.
•Serawai berasal dari kata Selawai yang berarti gadis atau perawan. Pendapat ini berdasarkan pada cerita yang mengatakan bahwa suku Serawai adalah keturunan sepasang suami-istri. Sang suami berasal dari Rejang Sabah (penduduk asli pesisir pantai Bengkulu) dan istrinya adalah seorang puteri atau gadis yang berasal dari Lebong. Dalam bahasa Rejang dialek Lebong, puteri atau gadis disebut Selawai. Kedua suami-isteri ini kemudian beranak-pinak dan mendirikan kerajaan kecil yang oleh orang Lebong dinamakan Selawai.
Aksara Serawai
Suku bangsa Serawai juga telah memiliki tulisan sendiri. Tulisan itu, seperti halnya aksara Kaganga, disebut oleh para ahli dengan nama huruf Rencong. Suku Serawai sendiri menamakan tulisan itu sebagai Surat Ulu. Susunan bunyi huruf pada Surat Ulu sangat mirip dengan aksara Kaganga. Oleh sebab itu, tidak aneh apabila pada masa lalu para pemimpin-pemimpin suku Rejang dan Serawai dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan bentuk-bentuk tulisan ini.
Rasan Bujang Gadis
Berasan itu sendiri artinya adalah bermusyawarah. Rasan menurut jenjang perkawinan senantiasa dipakai dua macam, yaitu :
1. Rasan Semendau Nidau Belapik Emas
2. Rasan Semendau BElapik Emas Semendau berasal dari kata samau endak au, artinya di natara keduanya sama-sama mau serta mendapat persetujuan dari orang tua kedua belah pihak.
Rasan Semendau Nidau Belapik Emas, maksudnya adalah si Bujang ikut pihak Gadis. cara seperti ini disebut juga dengan Tambiak anak. ada 3 macam rasan seperti ini :
a. Tambiak Naka Biasa (Terbanyak) dipakai bila dua sejoli telah di nikahkan. mereka berdualah yang menentukan tempat tingaalnya sesuai dengan keinginannya.
b. Tambiak Anak Nenantian, artinya walaupun sudah dinikahkan si bujang masih tetap mengikuti di pihak gadis selama yang dinantikan belum kawin (biasa terjadi kakak si perempuan itu belum kawin)
c. Tambiak Anak Lengit (Hilang), dimana si bujang itu selam-lamanya tetap tinggal di pihak istrinya dan dia tidak lagi mendapatkan hak warisan dari orang tuanya, karena sebelum dinikahkan si bujang tersebut sudah mendapatkan apa yang dikehendakinya yang hampir bersamaan dengan pembagian warisan.
sementara Rasan Semendau Belapik Emas, maksudnya adalah sah dirumah, artinya si gadis mengikut pihak suami dengan mendapat alasan uang yang disebut rial. Rasan seperti ini juga dapat dipakai dengan dua cara, yaitu :
a. Sah di Rumah ( si perempuan mengikut laki-laki) niasa.
b. Sah Lengit (Hilang), si perempuan tetap tinggal di pihak laki-laki dan tidak pula akan mendapatkan warisan dari orang tuanya karena barang-barang bawaannya sudah dianggap sebagai pembagian dari warisan. kedua Rasan itu dalam pelaksanaannya menggunakan 2 macam cara :
1. Rial Tetepiak (Terletak) Rasan Jadi, artinya setelah ada janji antara si bujang dan si gadis, masing-masing orang tuanya memeriksa yang bersangkutan dan setelah mendapat kata sepakat langsung ditetapkan waktu pelaksanaan pernikahan.
2. Rasan Pepayunan (Memakai tenggang waktu), maksudnya, setelah ada janji antara si bujang dan si gadis, kemudian setelah diperiksa oleh masing-masing orang tuanya mendapatkan ata sepakat bahwa si bujang dan si gadis harus bertunangan terlebih dahulu.
Pemakaian Seni dendang / Bedindang
Kesenian dendang ini dalam pemakaiannya ada 2 macam, yaitu :
1. Bedendang nunggu buak masak.
kegiatan dendang ini masih dimulai dari dendang beledang juga yang berakhir sampai dendang rampai. tetapi tanda berhentinya dilihat dari tarinya. dendang seperti ini, tarinya hanya sebatas tari redok saja. sesudah makan juadah, habislah dendang ini.
2. Bedendang Mutus Tari. kegiatan masih dimulai dari dendang beledang hingga dendang rampai. sebagai bukti mutus tari, harus ditutup dengan tari rendai yang diawali tari kain panjang, terus keredok, diselesaikan dengan tari orang empat ( mengempatkan). bila upacara tersebut sudah selesai, maka dibuktikanlah dengan Jambar. orang dulu menyebut Jambar ini sebagai denda membuka tari kain panjang, lalu kerendai, karena tari ini adalah tari besar.
sampai sekarang orang masih banyak sekali yang berdendang mutus tari itu dengan kata berdendang dari awal sampai akhir. karena tiap awalan pasti ada akhiran, jadi dendang ini sebaiknya disebut saja dengan berdendang mutus tari yang dapat dibuktikan dengan menjambar.
Ketentuan Jambar Jambar yang dibuat dan menjadi kewajiban itu ada 3 macam.
1. jambar nasi kunyit sebanyak tiga buah sebagai denda atas pemakaian tari kain panjang dan tari rendai tadi
2. jambar nasi lemak, jambar ini tidak ditentukan berapa banyaknya, hanya mengikuti kemampua orang yang mengangkat pekerjaan bimbang itu sendiri.
3. jambar denda kepada orang yang melakukan kesalahan di dalam arena itu, yaitu harus nasi kunyit yang dibuat oleh sepokok rumah yang banyaknya sesuai dengan jumlah orang yang berbuat kesalahan.
Orang yang berhak Menerima Jambar Wajib : yang berhak menerima jambar wajib, yaitu berupa nasi kunyit yang berjumlah 3 buah itu ialah :
1. 1 untuk yang bernama Gerak Alam
2. 1 untuk yang bernama Menggetar Alam
3. 1 untuk yang bernama Melinggang Alam
ketiga orang ini disebut Rajau Tigau Silau, karena orang inilah yang memegangkan tari-tari di denda itu.Pada masa sekarang sebagai pengganti ketiga nama tersebut adalah :
1. 1 untuk pemegang adat
2. 1 untuk tuau kerjau
3. 1 untuk jenang empat adapun alat atau instrument yang dipakai dalam dendang ini adalah :
1. Rebana secukupnya
2. Gendang Panjang 2 buah
3. Biola
4. Kain Panjang 2 lembar
5. 4 Lembar sapu tangan
6. dua buah piring
7. dua lembar selendang dan sebuah paying
8. Serunai
Suku Pekal
Lokasi dan Lingkungan Alam Suku Pekal
Sukubangsa Pekal sebagai salah satu dari 8 Sukubangsa yang terdapat di wilayah Propinsi Bengkulu, Sukubangsa ini berada diantara dua sukubangsa dominan berada diperbatasan mereka yakni Sukubangsa Minangkabau dan sukubangsa Rejang. Wilayah kebudayaan Pekal secara langsung berbatasan dengan daerah kebudayaan lainnya. Diutara wilayahkebudayaan Pekal berbatasan dengan daerah budaya sukubangsa Muko-muko, di Timur berbatasan langsung dengan daerah budaya sukubangsa Rejang, di Selatan berbatasan dengan wilayah suku Rejaang yaitu urai Bengkulu Utara dan di Barat berbatasan langsung dengan lautan Indonesia.
Suku pekal itu sendiri berada bermungkim didaerah Ketahun dan sebagian di Ipuh Kecamatan Bengkulu Utara. Mulai dari Muara Ketahun sampai dengan Muara Santan. Namun di daerah ketahun itu juga ada daerah trans yang berasal dari Jawa terletak dj Dusun Bukit Durian,Karang pulau,Tanjung Dalam dll. Masyarakat suku pekal itu keadaan alam masih banyak hutan-hutan belantara dan juga dekat dengan laut.
Dasar Mula Suku Pekal
Sukubangsa Pekal berkaitan dengan mitologi Sukubangsa lainnya yang dominan terdapat diperbatasan Sukubangsa Pekal. Mitologi ini berkaitan dengan mitologi SukuBangsa Rejang dan hikayat Raja Indropuro dari Minang. Mitologi sukubangsa Rejang sendiri memiliki pertalian erat dengan hikayat-hikayat kerajaan Pagaruyung di Minang.
Kisah perjalanan Empat Pitulai dari Pagaruyung menjadi bagian dari mitologi sukubangsa Rejang. Dalam mitologi tersebut terlampir mitologi keberadaan sukubangsa Pekal. Dalam satu sisi terlihat bahwa secara langsung SukubangsaRejang mengakui orang-orang dari Sukubangsa Pekal merupakan bagian dari Sukubangsa Rejang dibawah Bangmego Tubui. Dari sisi lain pada dasarnya orang Sukubangsa Pekal tidaklah dapat disebutkan sebagai bagian dari Sukubangsa Rejang. Hal ini tercermin dari penggunaan bahasa, aturan dan nilai budaya serta struktur sosial lainnya yang sebagian mengambil tata aturan nilai budaya Minangkabau.
Menurut cerita dari narasumber bahwa bangsa pekal itu senderi berasal dari kata “ Mengkal” yang berarti kalau ibaratkan pisang yang mengkal itu dibilang masak itu belum sedangkan mentah itu sudah tidak lagi. Jadi disini dapat juga kita simpulkan bahwa Suku Pekal itu sendiri berarti antara Suku Rejang dan Suku minangkabau.
Juga tidak terlepas dari asal mula Ketahun. Menurut cerita,dahulu kala ada seorang raja asal Rejang Lebong mempunyai 7 orang anak. Cerita ini bermula dari anak terakhir dan satu-satunya anak perempuan yang bernama putri Rindu Bulan. Namun karena putrinya ini main mata dengan pemuda biasa di kerajaannya,sehingga membuat raja Rejang Lebong marah. Raja memerintahkan keenam putranya untuk membunuh putrinya tersebut.
Atas perintah dari ayahnya berangkatlah enam anaknya itu, namun ke enam kakaknya ini tak tegah membunuh adiknya. Malah mereka membawa adik bungsunya ke pinggir sungai besar dan membuatkan sebuah rakit dari bambu aur dengan dibekali beras dan ayam. Maka berakitlah sang putri menyelusuri sungai. Sungai ini berasal dari 2 bukit yang satu itu bukit tapus yang sungai bermuara di muara ketahun dan yang satunya lagi bermuara ke Jambi. Hari demi hari,minggu demi minggu bahkan berbulan-bulan hingga setahun putri Rindu Bulan menyelusuri sungai hingga rakitnya rusak di muara. Kemudian ayam yang dibawah berubah menjadi seekor elang sedangkan beras yang dibawah tertumpah dan berubah menjadi senggugu.
Setelah rakitnya diperbaiki,putri Rindu Bulan kembali berakit hingga akhirnya sampai di pulau Pagai di daerah Padang. Kemudian ia di selamatkan oleh orang-orang di sana. Putri Rindu Bulan di berikan baju yang bagus. Karena kecantikanya,sang Putri Rindu Bulananak raja dari kerajaan pagai pun jatuh cintah. Kemudian itu dipinangla putri Rindu Bulan dan menikahlah mereka.
Di daerah asal putri Rindu Bulan,ayahnya bertanya kepada ke-enam anaknya. Apakah putri Rindu Bulan telah dibunuh. Tentunya ke-enam kakaknya menjawab tidak,kami tidak tega membunuh adik kandung kami sendiri,kami terlalu menyayanginya kata ke-enam kakaknya itu.
Putri Rindu Bulan kemudian mengakatan pada suaminya bahwa daerah asalnyadi daerah Rejang Lebong. Putri Rindu Bulan pun dan suaminya mengutuskan untuk kembali ke Rejang Lebong. Itulah awal cerita sungai ketahun yaitu berasal dari sungai yang dilewati oleh Putri Rindu Bulan selama setahun,maka sungai itu diberi nama Sungai Ketahun dan juga daerahnya yang bernama Ketahun.
Adakah juga cerita lain dari asal ketahun, pada dahulu orang belanda yang masuk kedaerah itu mengambil sumber alam yang ada disana. Karena disana banyak sekali harimau. Maka orang belanda tersebut menyebut daerah itu”Cat Town” jadi terpelesetlah dan daerah tersebut menjadi ketahun.
Bahasa
Bahasa suku Pekal jelas memperlihatkan campur bahasa antara bahasa Minangkabau dan bahasa Rejang. Pada saat sekarang, campur bahasa tersebut tidak hanya terbatas pada bahasa Minangkabau dan Rejang, namun juga mengambil bahasa-bahasa lainnya seperti Batak, Jawa dan Bugis. Perbedaan varian bahasa menjadi ciri khas lainnya dari campur bahasa pada sukubangsa Pekal. Varian tersebut berkaitan dengan intensitas hubungan dengan sukubangsa Minangkabau dan Rejang. Jika daerah tersebut lebih dekat dengan daerah Budaya Rejang, varian bahasa yang terlihat dari dialek akan mengarah pada bahasa Rejang, jika mendekati wilayah budaya Minangkabau akan mengarah pada bahasa Minangkabau.
Sistem Teknologi
Rumah adat masyarakat suku Pekal itu sendiri tidak berbeda dengan rumah adat dengan suku lainnya yang ada di Bengkulu yaitu rumah panggung. Sedangkan untuk senjata suku pekal yaitu keris,tombang dan parang. Baik yang dianggap sebagai benda keramat dan juga digunkan sebagai senjata untuk berburu hewan serta di gunakan dalam kegiatan-kegiatan yang lainnya.
Makanan khas dari Suku Pekal itu sambal unjang. Sambal unjang adalah makanan yang dimasak dalam bambu dan isinya ikan dicampur dengan rempah-rempah. Ikan itu di hancurkan bersamaan dengan bumbu-bumbu. Dan di letakan diatas api dan diatas nya di tutup oleh daun pisang. Hampir sama dengan caramemasak lemang dan juga masak ikan pais namun yang bedanya kalau ikan pais menggunkan daun pisang kalau sambal unjang itu menggunakan bambu.
Sistem Mata Pencarian
Sukubangsa Pekal 80% mata pencariannya merupakan petani yaitu mayoritas berkebun karet dan sawit. Hal ini berkaitan dengan lingkungan alamiahnya yang berupahutan dan lahan perladangan. Dari mata pencaharian ini terlihat bahwa sukubangsa Pekal pada saat sekarang berada pada tingkatan peradapan pertanian. Teknik ini merupakan ciri-ciri dari tingkatan peradapan pertanian menetap. Namun ada dari masyarakat Suku bangsa pekal yang berada di pesisir pantai yang memanfaatkan hasil laut sebagai nelayan. Juga sebagian dari masyarakat Suku bangsa Pekal juga bekerja di tambang batu bara milik PT Bijaksana dan di tambang emas yang kita kenal dengan tambang emas Lebong Tandai.
Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan suku pekal itu sangat erat sesama masyarakat pekal. Tapi beda dengan orang yang baru mereka kenal mereka akan melihat apakah orang tersebut baik atau tidak. Jika orang tersebut baik maka mereka akan menganggap orang tersebut seperti saudaranya sendiri namun jika kelakuan orang buruk maka mereka akan menjauhinya.
Dalam adat suku pekal jika wanita itu di “jujur” atau di beli oleh laki-laki,kebalikan dari adat suku minang. Jika seorang wanita itu sebelum menikah akan dimandikan dengan uang logam dan disumpah bahwa wanita itu telah dijual oleh calon suaminya dan wanita itu telah menjadi hak dari suaminya. Uang yang berasal dari pembelian adiknya tadi juga di pakai oleh kakaknya untuk membeli wanita yang akan jadi calon istrinya. Namun adat ini mulai hilang dan jarang lagi ditemui karena perubahan zaman.
Prosespernikahan suku pekal
1. Melamar atau berasan
2. Biaya adat
3. Menikah
4. Arak ( supaya orang-orang tahu bahwa akan ada yang menikah dan acara arak ini wajib tidak boleh ditinggalkan)
5. Duduk dikursi ditengah laman dikelilingi oleh orang banyak dan diiringi dengan tarian pencak silat
6. Balik kepelaminan
7. Minum punai untuk orang yang nolong dalam menyiapkan pernikahan yaitu pada pagi hari
8. Makan besak maksudnya hari puncak dengan makan-makan bersam yaitu pada sorenya.
9. Setelah selesai acarah pernikahan besok hariny diadakan ngubak basung atau doa( balik bahasa)
Sistem Pengetahuan
Sistem Religi
Masyarakat suku pekal itu mayoritas beragama islam. Namun masyarakat suku pekal masih percaya terhadap roh-roh nenek moyang atau memelihara mahluk gaib seperti yaitu harimau. Menurut mereka seorang warga pekal yang sudah meninggal nantinya dia akan berubah menjadi seekor harimau. Jadi ada sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat suku pekal jika sawah atau ladang mereka dirusak oleh babi. Dalam ritual tersebut masyarakat pekal memberikan sesajen di daerah sawah atau ladang merekayang di rusak oleh babi tersebut. Sesajen itu burapa 7 telur ayam kampung yang diletakan bidai(anyaman bambu) dan diiringi oleh mantra-mantra. Mereka percaya bahwa sesajen yang mereka berikan akan di makan oleh roh-roh nenek moyang mereka. Menurut kepercayaan bahwa roh-roh nenek moyang mereka akan berubah menjadi harimau untuk mengusir babi. Setelah mereka melakukan ritual itu maka biasanya pada malamnya memang terdengar suara harimau dan itu sangat di percayai oleh suku pekal. Jadi sawah atau ladang mereka tidak perlu dijaga lagi karena sudah di jaga oleh harimau.
Acara keagamaan Suku Pekal yaitu sama seperti acara keagamaan suku-suku lainnya yang ada di Bengkulu yaitu zikir dan bedendang.
Kesenian
Ada tari gandai yaitu tarian bartautan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dari suku pekal asli dan jika dilakukan oleh laki-laki dan perempuan atau berpasangan yang berasal dari suku pekal asli itu disebut tari gandai ambat. Tarian yang dilakungan secara bergantian menunjukan aksi dan kehebatan mereka dan biasanya tari ini di iringi oleh redap,serunai,gong yang merupakan alat musik tradisional dari suku pekal. Ada tiga jenis tarian gandai yaitu leluen,nenet,sementaro Tarian gandai ini wajib ditampilkan saat pesta pernikahan,namun bisa juga di tampilkan pada saat upacarapenyambutan tamu dari pejabat-pejabat atau orang penting yang datang. Lagu daerahnya yaitu Berpantun ( Gamat)